• Home
  • Ruang Opini
  • Peran Pemerintah Dalam Menanggulangi Minyak Goreng Serta Dampaknya Terhadap Ekonomi

Peran Pemerintah Dalam Menanggulangi Minyak Goreng Serta Dampaknya Terhadap Ekonomi

Oleh: Fitriani Yusmanita, Jurusan Ilmu Administrasi Negara, UIN Suska Riau
Jumat, 17 Juni 2022 | 22:55
DI ANTARA komoditas  kebutuhan pokok , Minyak goreng adalah salah satu produk turunan  CPO yang mempunyai nilai strategis.Hal ini terjadi karena komoditas tersebut dikonsumsi oleh Sebagian besar penduduk Indonesia yang berjumlah 220 juta. Harga minyak goreng yang tinggi dan langka di beberapa tempat membuat masyarakat harus memutar otak untuk mendapatkan komoditas tersebut. Masalah kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng muncul sejak akhir tahun 2021. Kendati pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk mengatasinya, namun hingga Maret 2022 kelangkaan minyak goreng masih tetap ditemukan. Ada kebijakan pemerintah yang mendorong kelangkaan namun menguntungkan korporasi sawit. Dalam kasus kelangkaan minyak goreng pemerintah menghadapi dilema antara pasar dengan masyarakat. Isu ini memang dilatarbelakangi oleh kenaikan harga minyak sawit di dunia, minyak goreng  kemasan langka ,tetapi ketika mengkuti harga pasar maka muncul isu soial dan politik di masyarakat.

Jika gejolak harga minyak goreng dengan mudah dipahami secara ekonomi, tidak demikian halnya dengan dimensi politik. Dalam bingkai ekonomi-politik, pemerintah mesti menyadari bahwa tidak ada kebijakan (ekonomi dan politik) yang bisa memuaskan semua pihak secara optimal.Setiap kelompok kepentingan akan berupaya mendapatkan keuntungan ekonomi sebesar-besarnya dengan upaya yang sekecil-kecilnya. Karena itu, setiap kebijakan (ekonomi dan politik) selalu ada pihak yang diuntungkan dan yang dirugikan. Dari sisi perspektif ekonomi politik bahwa Pemerintah menghadapi tantangan untuk membuat kebijakan yang tepat dalam krisis minyak goreng di Indonesia. Dalam ekonoomi politik terutama pasar tidak dilihat dari aspek perilaku jual beli tapi ada aktor konstituen yang merupakan rakyat merupakan aktor yang penting. Jika gejolak harga minyak goreng dengan mudah dipahami secara ekonomi, tidak demikian halnya dengan dimensi politik. Dalam bingkai ekonomi-politik, pemerintah mesti menyadari bahwa tidak ada kebijakan (ekonomi dan politik) yang bisa memuaskan semua pihak secara optimal.Setiap kelompok kepentingan akan berupaya mendapatkan keuntungan ekonomi sebesar-besarnya dengan upaya yang sekecil-kecilnya. Karena itu, setiap kebijakan (ekonomi dan politik) selalu ada pihak yang diuntungkan dan yang dirugikan. Dari sisi perspektif ekonomi politik bahwa Pemerintah menghadapi tantangan untuk membuat kebijakan yang tepat dalam krisis minyak goreng di Indonesia. Dalam ekonoomi politik terutama pasar tidak dilihat dari aspek perilaku jual beli tapi ada aktor konstituen yang merupakan rakyat merupakan aktor yang penting.

Dalam jangka pendek, kenaikan harga minyak sawit internasional berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Artinya, pertumbuhan ekonomi turut memperoleh manfaat dari naiknya harga komoditas minyak sawit di pasar internasional. Sumber-sumber pertumbuhan ini berasal dari konsumsi domestik, ekspor, maupun impor. Ekspor turut mengalami peningkatan dari kenaikan harga komoditas yang didominasi Indonesia ini. Sementara itu impor juga mengalami peningkatan, dimana meskipun Indonesia merupakan nett exporter untuk komoditas minyak sawit, namun impor dari Singapura dan Malaysia juga dilakukan hanya pada kondisi tertentu saja. Misalnya, impor minyak kelapa sawit umumnya dalam bentuk olein yang biasanya terjadi pada saat harga minyak sawit mentah dunia naik tinggi, sehingga terjadi rush export dari Indonesia. Dalam kondisi seperti ini biasanya pemerintah menggunakan instrumen pajak ekspor untuk menjamin pasokan di dalam negeri. Di sisi lain, konsumsi domestik juga terkena dampak yang positif akibat kenaikan harga minyak sawit internasional. Kenaikan ini dapat disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan akan bahan baku minyak sawit dan produk turunannya untuk berbagai produk konsumsi rumah tangga.

Dalam jangka panjang, kenaikan harga minyak sawit internasional tidak memberi dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara itu konsumsi domestik dan impor memiliki pola yang sama dengan jangka pendek, yaitu terkena dampak yang positif. Perbedaan dampak terdapat pada ekspor, dimana kenaikan harga minyak sawit internasional memberi dampak negatif terhadap pertumbuhan ekspor. Untuk mencegah terjadinya rush exportminyak sawit akibat kenaikan harganya di pasar internasional, pemerintah dapat menerapkan kebijakan domestic market obligation untuk menjaga pasokan kebutuhan di dalam negeri, yang selanjutnya akan mempengaruhi pengurangan ekspor.

Semenjak permasalahan minyak goreng muncul, pemerintah sedikitnya telah mengeluarkan tiga kebijakan dalam waktu berdekatan. Kebijakan tersebut antara lain mengatur subsidi minyak goreng menggunakan dana perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng Sawit, dan Domestic Market Obligation (DMO) atau kewajiban perusahaan untuk memasok produksi bagi pasar dalam negeri. Seluruhnya diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan. sistem admisnitrasi subsidi yang biasanya rumit bisa membuat proses penyaluran minyak goreng kemasan tetap terhambat. Saat ini, nyaris tak ada minyak goreng curah yang dihargai Rp. 14 ribu/liter sesuai HET. Hasil sidak Kapolri menyatakan, harga minyak goreng curah dibanderol Rp. 15.500/liter.

Untuk mengatasi masalah kelangkaan ini, hindari intervensi pasar yang dilakukan di luar lokasi pasar karena akan lebih banyak menimbulkan moral hazard. Pemerintah harus mengotimalkan fungsi pasar agar sesempurna mungkin.

Pemda dan aparat keamanan di daerah harus mengetahui dan mengumumkan secara rutin kepada publik, kondisi ketersediaan minyak goreng di daerahnya baik yang masih berada di produsen, di distributor level 1 s.d. 4, di gudang agen, dan peritel melalui pemeriksaan berkala secara fisik dan dokumen.

Pemda dan aparat keamanan bisa bekerjasama dengan perwakilan komisi pengawas persaingan usaha (KPPU) di daerah masing-masing untuk mencari kemungkinan adanya persaiangan usaha yang tidak sehat dalam perdagangan minyak goreng.


BERITA LAINNYA
Menaikkan Insentif Fiskal untuk Pengendalian Inflasi
Jumat, 15 September 2023 | 17:20
Belajar Menjadi Guru Biologi yang Interaktif
Rabu, 12 Oktober 2022 | 13:39
Korupsi Dana Bansos di Masa COVID-19
Jumat, 17 Juni 2022 | 22:43
BERIKAN KOMENTAR
Buy twitter verification Buy Facebook verification Buy Tiktok verification SMM Panel
Top