JIKA PERNIKAHAN di banyak tempat di Indonesia identik
dengan lamaran dari pihak laki-laki, masyarakat Pariaman justru membalik
pola itu. Di sini, perempuanlah yang mengambil langkah pertama melalui
tradisi Bajapuik, sebuah ritual yang sarat filosofi, di mana keluarga
perempuan memberikan penghargaan kepada keluarga calon suami.
Pada
pandangan pertama, Bajapuik bisa tampak janggal bagi orang luar. Tapi
bagi orang Pariaman, ini adalah cara menjaga keseimbangan sosial.
Tradisi ini muncul dari pandangan hidup masyarakat Minangkabau yang
menempatkan perempuan sebagai pusat kehidupan, bundo kanduang, penjaga
marwah, dan penerus garis keturunan.
Asal-usul
Bajapuik berakar pada prinsip “alam takambang jadi guru”: segala hal di
dunia ini mengajarkan keseimbangan. Dalam rumah tangga, keseimbangan
itu tampak dalam pembagian peran, perempuan membuka jalan, laki-laki
membawa tanggung jawab. Uang atau barang yang diberikan bukan bentuk
pembelian, melainkan penghargaan atas kerja keras orang tua laki-laki
yang telah membesarkan anaknya dengan baik.
Nilai-nilai
Bajapuik tampak jelas dalam setiap tahap prosesi adatnya. Dari Marantak
Tando (pertukaran tanda) hingga Manjapuik Marapulai, setiap langkah
diatur dengan musyawarah mufakat. Tidak ada paksaan, tidak ada
hitung-hitungan duniawi yang kaku. Yang diutamakan adalah rasa hormat
dan keharmonisan keluarga. Bahkan, jika salah satu pihak membatalkan
pernikahan secara sepihak, mereka wajib mengembalikan Bajapuik dua kali
lipat, bukan sebagai denda material, tetapi sebagai bentuk tanggung
jawab moral.
Kini, di era
digital dan gaya hidup serba praktis, sebagian generasi muda mulai
mempertanyakan relevansi Bajapuik. Beberapa menganggapnya beban
finansial, yang lain melihatnya sebagai simbol patriarki terbalik. Namun
di mata para tetua adat, Bajapuik justru melambangkan martabat
perempuan, ia bukan subjek pasif yang menunggu, tetapi aktor aktif yang
menentukan nasibnya sendiri dengan penuh tanggung jawab.
Sebagaimana
pepatah Minang mengatakan, “Adat dipakai baru, kain dipakai suci,” adat
boleh menyesuaikan zaman, tetapi nilai dasarnya tetap murni. Tradisi
Bajapuik telah membuktikan ketahanannya, ia bisa berubah bentuk tanpa
kehilangan makna. Di tengah gempuran modernitas, Bajapuik tetap menjadi
saksi bagaimana masyarakat Pariaman menjaga keseimbangan antara adat,
ekonomi, dan kehormatan keluarga.
Bajapuik
bukan tentang uang yang berpindah tangan, melainkan tentang nilai yang
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, nilai saling
menghormati, memuliakan keluarga, dan menegakkan marwah perempuan Minang
dalam bingkai adat yang basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.