AMBON, RIAUGREEN.COM - Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2025 resmi
menetapkan Kawasan Konservasi di Perairan Pulau Buru, Kabupaten Buru,
Provinsi Maluku, dengan total luas mencapai 57.594,12 hektar. Pantai di
Pulau Buru khususnya di Kecamatan Fena Leisela merupakan salah satu area
peneluran penyu belimbing (Dermochelys coriacea) terbesar di Indonesia.
Penetapan ini menandai langkah strategis dalam upaya melindungi
keanekaragaman hayati laut Indonesia.
Perlindungan penyu
belimbing di Buru memiliki dampak konservasi berskala global, karena
data satelit tagging menunjukkan migrasinya dapat menjangkau hingga
pantai barat Amerika Serikat dan Madagaskar. Bersama Jeen Womom di Papua
Barat Daya, Buru menjadi salah satu dari dua pantai peneluran utama
penyu belimbing di Indonesia yang kini telah ditetapkan sebagai kawasan
konservasi yang juga didukung oleh WWF-Indonesia, komunitas lokal, dan
para pemangku kepentingan.
Kawasan konservasi di Perairan Buru
ditetapkan sebagai Taman di Perairan Buru dan terdiri dari dua zona
utama: zona inti seluas 608,91 hektare dan zona pemanfaatan terbatas
seluas 56.985,21 hektare. Melalui pengelolaan yang akan dilakukan oleh
Pemerintah Provinsi Maluku, kawasan ini diharapkan menjadi model
pengelolaan perairan yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat.
Kepala
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku, Dr. Ir. Erawan Asikin,
M.Si, menyampaikan apresiasinya atas penetapan ini “Penetapan kawasan
konservasi Pulau Buru merupakan tonggak penting bagi Maluku dalam
menjaga ekosistem laut dan sumber daya perikanan kita. Kawasan ini tidak
hanya melindungi habitat penting seperti terumbu karang dan penyu,
tetapi juga menjadi fondasi bagi pengembangan ekonomi biru dan
kesejahteraan masyarakat pesisir secara berkelanjutan,” ujar Erawan di
Ambon.
“Selain itu penetapan Kawasan Konservasi di Perairan Buru
juga penting untuk mendukung keberlanjutan perikanan di Provinsi Maluku
yang termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 715 dimana dalam
program Penangkapan Ikan Terukur ditetapkan sebagai zona industri
penangkapan ikan melalui spill over benih dari kawasan,” lanjutnya.
Sementara
itu, WWF-Indonesia sebagai mitra teknis dalam proses penyusunan dan
pendampingan penetapan kawasan konservasi ini, menegaskan komitmennya
untuk terus mendukung penguatan kapasitas daerah dalam pengelolaan
kawasan konservasi.
“WWF-Indonesia mengucapkan selamat bagi
Pemerintah Provinsi Maluku atas ditetapkanya Kawasan Konservasi di
Perairan Buru. Penetapan ini dapat menjadi inspirasi bagi kabupaten di
Indonesia lainnya dalam upaya melindungi spesies laut yang kritis
statusnya, seperti salah satunya penyu belimbing. Penetapan kawasan
konservasi di Buru merupakan hasil nyata dari kerja bersama berbasis
data ilmiah dan kolaborasi multipihak untuk memastikan perlindungan
habitat penting bagi spesies laut lainnya,” ungkap Dr. Imam Musthofa
Zainudin, Direktur Program Kelautan dan Perikanan WWF-Indonesia.
Sejak
tahun 2017, WWF-Indonesia telah mendukung inisiasi Penetapan Kawasan
Konservasi di Perairan Buru. Adapun dukungan berupa fasilitas dan
peningkatan kapasitas diberikan kepada kelompok masyarakat pengawas
(Pokmaswas) Sugiraja Watulu untuk dapat mendata dan mengawasi pantai
peneluran penyu belimbing khususnya di Kecamatan Fena Leisela.
Keaktifan
Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas) Sugiraja Watulu menjadi bukti
bahwa dalam lima tahun terakhir, rata rata jumlah sarang penyu belimbing
di Fena Leisela mencapai 199 sarang. Tingkat pencurian sarang penyu
yang sebelumnya mencapai 94%, kini turun drastis menjadi 0% pada tahun
2024. Hal ini membuktikan bahwa program konservasi penyu di Fena Leisela
mulai memberikan dampak positif bagi kelangsungan hidup penyu
belimbing.
Penetapan Kawasan Konservasi di Perairan Pulau Buru
menjadi bukti nyata komitmen Pemerintah Provinsi Maluku dan para mitra
konservasi dalam menjaga keberlanjutan sumber daya laut Maluku. kawasan
ini diharapkan tidak hanya menjadi benteng bagi pelestarian penyu
belimbing dan ekosistem pesisir, tetapi juga menjadi contoh nyata
bagaimana konservasi dapat berjalan seiring dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakat pesisir dan penguatan ekonomi biru di wilayah
Provinsi Maluku.
Langkah ini juga mendukung target pemerintah
Indonesia, yaitu 30x45 yang merujuk pada "MPA & OECM Vision 30x45" ,
yaitu target memperluas kawasan konservasi perairan laut hingga 30%
dari total wilayah perairan Indonesia pada tahun 2045 . Luasan ini
setara dengan sekitar 97,5 juta hektar . Tujuannya adalah untuk
melindungi keanekaragaman hayati laut, memastikan kelestarian perikanan,
dan berkontribusi pada target global dalam konservasi keanekaragaman
hayati.