DUMAI, RUAGREEN,COM - Derita warga terdampak banjir rob dan genangan air hujan di beberapa wilayah di kota Dumai belum mendapat reaksi serius dari parlemen.
Bahkan, hingga kini tidak satupun dari perwakilan wakil rakyat mengeluarkan suara atas bencana banjir rob maupun genangan air hujan.
Padahal, semua tahu, disaat tahun politik, semua politisi berbondong bondong mencari simpati warga, bahkan terkesan paling peduli dengan derita rakyatnya.
Bahkan ada dengan bangga menenteng sembako kerumah rumah warga terdampak banjir, hanya sekedar menunjukan paling peduli.
Namun, kondisi ini terbalik seratus delapan puluh derajat, memasuki hari ke empati banjir rob menimpa warga, jangankan menunjukan rasa simpati dengan membawa tentengan sembako bagi warga terdampak, suara kepedulian atas bencana menimpa warga nyaris tak terdengar.
Rindu suara lantang wakil rakyat, memperjuangkan warga terdampak, kangen tindakan nyata seperti tahun tahun politik, kepekaan dan rasa simpati sangat tinggi.
Ahmad Bakrie , Ketua Wasiat Riau menyayangkan hilangnya empati wakil rakyat dan pemimpin Kota Dumai atas nasib warganya.
Dan ini, merupakan kenyataan pahit yang harus ditelan masyarakat. Karena disaat masyarakat membutuhkan kepedulian dari wakilnya di parlemen, tidak satupun dari mereka yang bersuara setidaknya ikut merasakan penderitaan rakyat.
"Itulah nasib masyarakat punya wakil nya di parlemen, di butuhkan saat mereka ada maunya. Tak lagi dihiraukan ketika maunya sudah tercapai," keluh Ahmad Bakrie.
Menurut Ahmad Bakrie, banjir rob dan genangan air saat hujan merupakan komoditi politik untuk menjadi seorang pemimipin, jika pun ada yang dikerjakan namun tidak untuk mengentaskan banjir. Itu hanya sekedar memenuhi aspirasi masyarakat semata.
"Siapa pandai menjual banjir maka dia jadi pemimpin negeri ini.makanya hingga hari ini, banjir tak pernah tuntas. Karena banjir merupakan komoditi politik yang seksi dan laku di jual," jelas Ahmad Bakrie.
Komplit, sebuah kata yang cocok disematkan bagi warga Dumai terdampak.
Pasalnya, penderitaan panjang yang tiap tahun harus dilalui masyarakat, tidak adanya rasa empati pemimpin membuat penderitaan masyarakat semakin bertambah.
Selain kerusakan sejumlah perabot rumah tangga, kenyamanan masyarakat terganggu karena terpaksa mengungsi kerumah tetangga untuk istirahat tidur.
Setelah banjir surut, masyarakat wajib membersihkan rumah yang kotor, karena segala macam sampah termasuk najis masuk kedalam rumah.
"Sedih, apalagi pemimpinnya tak satu pun peduli. Jangan kan membantu bersuara pun mereka tidak," kesal Ahmad Bakrie. (saf)