DUMAI, RIAUGREEN.COM - Penanganan laporan dugaan penyelewengan pengadaan alat medis bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Dumai, Suhatman Mars, hingga kini masih jalan di tempat.
Kendati, pihak kejaksaan telah melakukan pemanggilan terhadap beberapa saksi termasuk saksi pelapor.
Diantaranya, Pjs Direktur Rumah Sakit Umum, dr Hanif, Zafri Sailis, Kabag Umum RSUD, Kabid Perencanaan, Wahono, serta beberapa orang perawat.
Selain itu, penyidik kejaksaan juga telah memanggil saksi pelapor, Ketua LSM Mitra, Martinus Zebua dan Sekretaris Maryamah Umar.
Kepala Kejaksaan Negeri Dumai, Pri Wijeksono melalui kasie Intel Carles Aprianto SH MH, saat ditemui dikantornya membenarkan, pihaknya telah melakukan pemanggilan beberapa pihak termasuk pejabat Rumah Sakit Umum Dumai untuk dimintai keterangan terkait laporan dugaan penyelewengan 2 paket proyek pengadaan alat bedah dengan total anggaran mencapai Rp19 miliar.
Pengadaan MOT (moduler Operation Theater) dengan nilai Rp 14 miliar dan MOT tanpa alat bedah senilai RP 5 miliar.
"Sampai saat ini, proses masih berjalan, dan sudah 8 orang saksi yang kita mintai keterangan," ungkap Charles
Watono, Kasie perencanaan Rumah Sakit Umum Daerah Suhatman Mars, saat dihubungi media, membenarkan jika dirinya sudah memberikan keterangan kepada penyidik Lejaksaan Dumai terkait laporan dugaan penyelewengan proyek alat kesehatan tahun 2024.
"Saya memang dipanggil Kejaksaan dan sudah memberikan keterangan sesuai pengetahuan saya," terang Watono.
Selain dirinya, ada beberapa rekannya yang juga dipanggil dan dimintai keterangan oleh penyidik Kejaksaan, namun dirinya enggan membeberkan.
Sementara, Pjs Direktur Rumah Sakit Umum Dumai, Suhatman Mars, dr Hafiz membenarkan dirinya dimintai keterangan oleh Kejaksaan Negeri Dumai, terkait proyek pengadaan alat bedah tahun 2024.
Menurutnya, proyek pengadaan alat alat bedah tersebut merupakan proyek pendampingan pihak Kejaksaan.
"Saya ditanya soal proyek alkes tahun 2024. Dan itu proyek pendampingan oleh Kejaksaan," jelas Hafiz.
Ketua LSM Mitra Monitoring Transparan Realisasi Anggaran Riau, Martinus Zebua, saat dihubungi membenarkan jika pihak telah dimintai keterangan terkait laporan dugaan penyelewengan proyek pengadaan alat bedah Rumah Sakit Umum Daerah di Dinas Kesehatan Dumai tahun 2024.
Namun pihaknya, sedikit kecewa karena belakangan ini, penyidik kejaksaan seperti enggan berkomunikasi, sebagai pelapor pihaknya berhak mengetahui perkembangan laporannya.
"Beberapa kali kami mencoba menghubungi jaksa penyidiknya, namun tidak ada respon," ungkap Martinus Zebua.
Sikap no respon penyidik kejaksaan itu, menimbulkan kecurigaan seakan ada sesuatu yang ditutup tutupi pihak kejaksaan darinya.
"Karena sikap itu, pihaknya akan melaporkan penyidik Kejari Dumai ke Kejati hingga Kejagung. Karena udah mulai aneh. Kita lihat aja nanti," ungkap Martinus Zebua.
Sebagaimana diketahui, laporan dugaan penyelewengan proyek alat bedah ini, berawal dari dugaan retaknya hubungan antara Direktur rumah Sakit Daerah Dumai dr Ridhonaldi dengan direktur PT Hetech Nusantara, Hanif Faddini, terkait sukses fee.
Keretakan meningkatkan ketika Ridhonaldi mendatangi kantor PT Hetech Nusantara di Pekanbaru, tak pelak, adu mulut pun terjadi hingga terdengar nada ancaman dari kedua pihak.
Informasi dirangkum menyebutkan, dr Ridhonaldi marah karena Hanif Faddini, selaku Direktur PT Hetech Nusantara, ingkar janji.
Semula Hanif Faddini sepakat mengeluarkan sukses fee dari 2 paket proyek pengadaan alat bedah sebesar Rp 7 miliar, namun setelah paket proyek selesai dikerjakan, Hanif Faddini menolak memberikan sukses fee seperti yang diminta Ridhonaldi.
Dengan alasan sudah terlalu banyak mengeluarkan uang untuk pejabat di Rumah Sakit (Diduga sukses fee mengalir sampai ke atas_red).
Kordinator Aliansi Rakyat Anti Korupsi Kota Dumai, Denew Indra SE, saat dimintai pendapatnya, menilai persoalan ini, kesempatan emas bagi aparat penegak hukum untuk menegak supremasi hukum.
Artinya, menurut Wakil ketua Forum RT se kota Dumai ini, pintu masuk untuk membuka kotak pandora yang selama ini tertutup rapat sudah terbuka lebar.
"Semua tergantung keseriusan penyidik Kejaksaan untuk memprosesnya. Tinggal Mau atau tidak saja. Kotak pandora sudah terbuka," jelas Denew.
Dirinya mendorong agar penyidik kejaksaan bekerja secara profesional dalam menegakkan hukum. Siapapun yang terlibat harus diadili sesuai aturan yang berlaku tanpa pandang bulu.
"Siapa pun dia, mau pejabat, Dirut Rumah Sakit atau politisi sekalipun, sepanjang terlibat dan menikmati hasil korupsi atau gratifikasi harus di tindak sesuai hukum yang berlaku," tegas Denew Indra. Mungkinkah kejaksaan serius memproses kasus ini ' Allah huallambisawab. (saf)