PEKANBARU, RIAUGREEN.COM - Musim kemarau 2025 di Provinsi Riau diprediksi akan datang lebih awal dan berlangsung lebih panjang dibandingkan biasanya. Deputi Klimatologi BMKG, Dr Ardhasena Sopaheluwakan, mengungkapkan bahwa sebagian besar wilayah di Riau akan mulai memasuki musim kemarau pada Mei hingga Juni mendatang, dengan puncaknya terjadi pada Juni hingga Agustus 2025.
"Yang akan kita hadapi bersama ini adalah periode musim kemarau kedua, sekitar Mei, Juni, Juli, hingga Agustus. Beberapa wilayah, terutama yang dekat pesisir, akan mengalami curah hujan yang lebih rendah, sedangkan di daerah pedalaman, polanya serupa namun dengan dasar hujan sedikit lebih tinggi," ujar Ardhasena di Gedung Daerah Provinsi Riau, Senin (28/4/2025).
Berdasarkan prediksi, 26% zona musim di Riau akan memasuki musim kemarau pada dasarian ketiga Mei (10 hari terakhir), dan mayoritas lainnya, sekitar 56%, akan masuk pada dasarian pertama Juni. Kondisi ini menyebabkan musim kemarau di Riau tahun ini maju sekitar 20 hingga 30 hari lebih cepat dibandingkan normalnya.
"Keadaan ini perlu kita waspadai bersama. Selain kemarau datang lebih awal, durasinya juga lebih panjang, sekitar dua hingga tiga dasarian atau 20 hingga 30 hari," kata Ardhasena.
Ia menambahkan, puncak musim kemarau di Riau diperkirakan terjadi pada Juni hingga Juli, dengan beberapa wilayah masih mengalami puncak hingga Agustus. Kondisi ini memperbesar potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di provinsi tersebut.
Meski secara historis pengaruh El Niño di Riau tidak terlalu signifikan dibandingkan daerah lain seperti Sumatera Selatan, Jambi, atau Kalimantan Barat, Ardhasena mengingatkan bahwa musim kemarau normal pun di Riau tetap berisiko tinggi terhadap munculnya hotspot dan kebakaran.
"Jumlah hotspot yang tinggi di Riau justru sering terjadi pada musim kemarau kategori normal, bukan semata karena pengaruh El Niño. Bahkan, titik panas bisa muncul ketika curah hujan belum sepenuhnya negatif," jelasnya.
Dalam pemetaan risiko iklim BMKG, wilayah Riau diprediksi mulai mengalami peningkatan risiko hotspot sejak Mei, kemudian meluas hampir ke seluruh provinsi pada Juni dan Juli, sebelum mulai menurun pada Agustus.
Ardhasena menegaskan bahwa bulan-bulan tersebut harus menjadi fokus kewaspadaan dan upaya maksimal dalam pencegahan karhutla di Riau.
"Kewaspadaan harus ditingkatkan, terutama mulai Mei hingga Juli. Ini adalah masa-masa kritis yang harus kita hadapi bersama," pungkasnya. (McR)