SINGAPURA – Media OutReach Newswire – AIA Singapura hari ini mengumumkan temuan dari edisi kedelapan Studi AIA Live Better, yang mencerminkan perubahan pola pikir di mana pensiun di Singapura kini dipandang sebagai babak baru untuk reinventasi dan tujuan hidup. Hal ini sejalan dengan penekanan pemerintah yang berkelanjutan pada penuaan aktif dan pemberdayaan warga Singapura untuk menjalani hidup yang bermakna hingga usia lanjut mereka, seperti yang baru-baru ini disoroti dalam National Day Rally 2025.

Namun, terdapat kesenjangan yang signifikan antara aspirasi yang berkembang ini dengan langkah-langkah praktis yang diambil warga Singapura untuk mempersiapkan diri, menurut temuan terbaru. Studi ini menunjukkan sedikit penurunan dalam kesejahteraan holistik secara keseluruhan (dari 61,5% menjadi 60,3%) dibandingkan tahun lalu, menyoroti tantangan yang masih ada di kalangan warga Singapura dalam aspek kesehatan mental, sosial, finansial, dan fisik. Kesenjangan ini menegaskan kebutuhan mendesak akan dukungan dan edukasi yang lebih besar, yang sejalan dengan upaya pemerintah untuk memperkuat jaring pengaman sosial dan meningkatkan ketahanan komunitas.

Dilakukan pada Mei 2025, Studi AIA Live Better terus menyelidiki kondisi kesejahteraan dan perilaku penetapan tujuan warga Singapura dalam aspek fisik, finansial, mental, sosial, dan spiritual. Ini berlangsung di tengah ketidakpastian besar dalam ekonomi global pada tahun 2025 saat konsumen menghadapi masa-masa penuh tantangan.

“Pandangan tradisional tentang pensiun sebagai masa istirahat pasif kini berkembang pesat, sesuai dengan ajakan nasional agar para lansia tetap aktif dan memberikan kontribusi bermakna. Warga Singapura semakin membayangkan kehidupan pasca-karier yang penuh tujuan dan aktif, namun studi kami mengungkap banyak yang belum mempersiapkan diri secara memadai untuk realitas baru ini. Hal ini menyoroti area penting yang membutuhkan lebih banyak dukungan dan edukasi, terutama terkait kesiapan finansial, kesehatan fisik, dan yang tak kalah penting, kekuatan koneksi sosial yang sering terlupakan, semua adalah pilar penting untuk kesejahteraan holistik yang juga diperjuangkan pemerintah,” ungkap Irma Hadikusuma, Chief Marketing and Healthcare Officer, AIA Singapura, dalam rilisnya, Kamis (17/9/2025).

Pensiun di Singapura: Tujuan Lebih Penting daripada Hiburan

Meskipun konsumen memandang pensiun sebagai masa untuk menikmati hidup, hanya 1 dari 2 orang (47%) yang merasa optimis dapat mencapai gaya hidup yang diinginkan. Wawasan menarik adalah motivasi untuk bekerja setelah pensiun:

  • - 1 dari 2 (55%) warga Singapura berencana bekerja setelah pensiun (paruh waktu, penuh waktu, atau memulai bisnis).
  • - Kurang dari 3 dari 10 (28%) melakukannya murni karena alasan finansial.
  • - 27% mencari makna atau tujuan, 26% ingin mengusir kebosanan, dan 18% ingin mencoba hal baru.

Hal ini menandakan bahwa pensiun semakin dipandang sebagai fase pertumbuhan pribadi dan kontribusi berkelanjutan, sejalan dengan visi pemerintah tentang populasi lansia yang aktif dan berkontribusi, bukan hanya berhenti bekerja.

Kesehatan Finansial dan Fisik adalah Pilar Kebahagiaan di Masa Pensiun

  • Tak mengherankan, kekhawatiran finansial tetap menjadi titik sakit utama:

  • - Hanya 1 dari 2 (50%) warga Singapura yang mengaku stabil secara finansial, dengan kelompok usia 40-an menunjukkan pandangan paling negatif terhadap pensiun (29% pesimis).
  • - Kekhawatiran utama meliputi pengelolaan biaya hidup (62%) dan pengeluaran kesehatan (54%).
  • - Kesejahteraan fisik juga sangat penting, dengan 46% menilai ini sebagai faktor nomor 1 untuk pensiun yang bahagia—temuan yang menegaskan fokus pemerintah pada kesehatan preventif dan infrastruktur kesehatan yang kuat bagi populasi yang menua.

Namun, 2 dari 5 (40%) memperkirakan akan banyak menghabiskan waktu untuk mengelola kondisi kesehatan, terutama di kalangan lansia muda (45%).

Temuan ini menegaskan pentingnya peningkatan pemerintah awal tahun ini pada skema perawatan kesehatan dan perawatan jangka panjang seperti MediSave dan CHAS untuk memenuhi kebutuhan populasi yang menua dan memastikan layanan kesehatan yang terjangkau dan dapat diakses semua orang.

Kesejahteraan Sosial: Pahlawan Tak Terlihat dari Pensiun yang Memuaskan

Selain kesehatan finansial dan fisik, studi ini menyoroti peran kritis namun sering tidak diperhatikan dari kesejahteraan sosial:

  • - Pensiun yang bahagia sangat terkait dengan waktu yang dihabiskan bersama keluarga (61%) dan teman (41%).
  • - Namun, hanya 2 dari 5 (37%) yang telah memikirkan kesejahteraan sosial dan mengambil langkah untuk mempersiapkannya.
  • - Status perkawinan berperan penting: Lebih banyak individu yang menikah (53%) memiliki pandangan positif terhadap pensiun dibandingkan yang lajang (36%), menunjukkan dukungan yang melekat dari keluarga.
  • - Individu lajang menghadapi tantangan unik, seperti kekhawatiran lebih besar tentang kurangnya pengaturan perawatan (34% vs 23% menikah), isolasi (29% vs 20% menikah), dan penurunan kognitif (44% vs 35% menikah). Hal ini membuat mereka merencanakan pekerjaan paruh waktu, kegiatan sosial, dan keterlibatan komunitas secara lebih aktif agar tetap mandiri dan terhubung selama masa pensiun.

Temuan ini menegaskan bahwa koneksi sosial adalah pilar fundamental dari pensiun yang memuaskan, selaras dengan peluncuran Age Well Neighbourhoods oleh pemerintah dan penekanan berkelanjutan pada infrastruktur sosial serta komunitas sebagai komponen penting dari kesejahteraan holistik bagi para lansia. Ini adalah wawasan penting bagi individu, keluarga, dan perusahaan untuk dipertimbangkan saat mengembangkan solusi holistik masa depan, memastikan penawaran sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang menua.

Dukungan Lebih Dibutuhkan untuk Masa Transisi Menuju Pensiun

Meskipun mayoritas (2 dari 3 atau 70%) warga Singapura telah mulai merencanakan berbagai aspek pensiun, sebagian besar masih belum siap di area krusial:

  • 21% belum memikirkan bagaimana menjaga kesejahteraan sosial selama masa pensiun.
  • 20% belum mempertimbangkan kemungkinan menjalani hidup sendiri (tanpa pasangan dan anak).
  • 17% belum memikirkan perawatan jangka panjang.
  • 14% belum mempertimbangkan cakupan asuransi untuk pensiun.

Studi ini menegaskan kebutuhan mendesak akan edukasi dan dukungan yang lebih besar untuk membantu warga Singapura bertransisi ke fase hidup baru ini, terutama bagi individu lajang dan kelompok usia 40-49 tahun yang menunjukkan pandangan paling negatif dan kerentanan finansial. Wawasan ini menandai kebutuhan penting akan jaringan dukungan komunitas dan infrastruktur sosial yang kuat, sejalan dengan penekanan pemerintah untuk membangun masyarakat yang lebih peduli dan inklusif.