Relokasi TNTN, 'Tesso di Ujung Gading'

Selasa, 01 Juli 2025 | 10:23
PELALAWAN, RIAUGREEN.COM - Gerak cepat, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pelalawan dalam upaya menangani sengkarut kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) tepat waktu, ditengah konflik kawasan yang nyaris saja memicu kesalah pahaman bagi warga yang menempati wilayah yang tentu saja merupakan punya Taman Nasional dan di bawah penguasaan Negara. 

Namun, bagi masyarakat yang telah lama bermukim disana atau pun juga memiliki sejumlah aset perkebunan tentu saja keputusan yang diambil oleh Negara dalam rangka mengambil alih kawasan tentu saja dirasa tidak adil apalagi jangka waktu relokasi yang di berikan hanya seratus hari

Dengar pendapat sudah dilakukan oleh Pemkab Pelalawan, baik di pusat Pemerintahan Kabupaten, Pelalawan, Pangkalan Kerinci, maupun turun langsung ke lapangan, di lokasi konflik wilayah TNTN. solusi untuk meredam kepanikan masyarakat pun sudah dibuat dan melibatkan sejumlah stake holder terkait

Sebelumnya, ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Penyelamat Habitat Gajah Sumatera menggelar aksi damai, Selasa (24/6/2025), di depan Kantor Gubernur Riau dan Kejaksaan Tinggi Riau. Aksi ini merupakan bentuk dukungan terhadap langkah Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dalam menyelamatkanTaman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dari berbagai aktivitas ilegal.

Koordinator aksi, Daffa Hauzan Nabil, menegaskan bahwa unjuk rasa ini adalah respons atas protes sejumlah warga yang menolak relokasi dari TNTN. Ia menyebut, pemukiman dan kebun ilegal di kawasan konservasi telah menghancurkan habitat Gajah Sumatera.

"Kami aliansi masyarakat penyelamatan Gajah Sumatera mendukung dan meminta penegak hukum dalam hal ini Satgas PKH agar menuntut dan mengadili seadil-adilnya para penambahan TNTN yang merusak habitat gajah Sumatera," ujar Daffa dalam orasi.


Massa membawa poster dan spanduk bertuliskan dukungan terhadap konservasi, serta dua boneka gajah bernama Tari dan Domang sebagai simbol kepedulian. Aksi juga diisi pembacaan puisi lingkungan dan doa bersama.

Aliansi menyampaikan lima tuntutan utama. Pertama, penghentian seluruh aktivitas ilegal di TNTN seperti pembukaan lahan, kebun sawit ilegal, dan pembalakan liar. Kedua, restorasi ekosistem yang transparan dan melibatkan masyarakat. Ketiga, penegakan hukum tanpa kompromi. Keempat, patroli terpadu bersama masyarakat adat dan lembaga konservasi. Kelima, perlindungan menyeluruh terhadap Gajah Sumatera melalui penguatan koridor satwa dan edukasi publik.


Di Kantor Gubernur Riau, massa diterima Kepala Satpol PP Riau, Hadi Penandio, yang menerima boneka gajah sebagai simbol amanah. Ia menyatakan petisi masyarakat akan diteruskan ke Satgas PKH dan Gubernur Abdul Wahid.

"Kita semua rakyat Riau harus mencintai lingkungan, flora, dan fauna di Bumi Lancang Kuning. Aspirasi masyarakat ini akan kami sampaikan kepada pihak terkait," kata Hadi.

Setelah itu, massa melanjutkan aksi ke Kejaksaan Tinggi Riau. Di sana, mereka disambut perwakilan Satgas PKH dari unsur Kejati, Simon. Ia menyatakan komitmen terhadap penegakan hukum lingkungan.

"Kami tegak lurus. Aspirasi teman-teman hari ini memperkuat semangat kami dalam menindak para pelanggar hukum lingkungan," ujar Simon.

Aksi damai ini menjadi bentuk solidaritas masyarakat dalam menjaga kelestarian TNTN yang selama ini terancam alih fungsi lahan. Aliansi berharap dukungan ini mempercepat langkah penyelamatan kawasan dan menjaga keberlangsungan hidup Gajah Sumatera

Reaksi ini sebenarnya sudah sesuai dengan amanat undang - undang dan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Wewenang pemerintah dalam pengelolaan lingkungan secara konstitusional bertumpu pada ketentuan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945, yaitu “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Namun tentu saja tim yang bergerak langsung oleh intruksi Presiden Prabowo Subianto ini, tidak asal- asalan dalam melakukan investigasi di lapangan hal tersebut  terbukti dengan sejumlah temuan

Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKSatgas PKH) tidak dilakukan sembrono dan harus punya rencana pemulihan.

Walhi menilai relokasi paling lambat pada 22 Agustus nanti bakal menimbulkan ledakan konflik besar. Apalagi nantinya Satgas PKH atas nama negara melakukan tindakan penertiban dengan pendekatan militeristik dan represif.  

Walhi berharap negara belajar dari penyitaan aset kebun kelapa sawit PT Duta Palma di kawasan hutan. Kala itu, penyitaan hingga pengalihan aset kepada PT Agrinas Palma Nusantara, tidak menunjukkan upaya serius negara memulihkan hak masyarakat adat dan lokal serta pemulihan lingkungan.

Walhi menyatakan negara membiarkan perusahaan yang dibentuknya untuk melanggengkan konflik dan aktivitas ilegal di kawasan hutan.  
Manajer Pengorganisasian dan Akselerasi Wilayah Kelola Rakyat Walhi Riau, Eko Yunanda mengatakan pemulihan kawasan TNTN harus ditinjau dari 2 aspek yaitu lingkungan hidup dan sosial.  

"Kita sepakat bahwa upaya penertiban ini mendukung upaya pemulihan kawasan TNTN namun aspek sosial juga harus dipertimbangkan," katanya.

Menurut Eko, pemulihan dapat dimulai dengan mengidentifikasi subjek dan objek pengelolaan. Upaya pemulihan TNTN juga sebaiknya dilakukan dengan melibatkan masyarakat terdampak.

"Berikan waktu pergantian tanaman kelapa sawit dengan tanaman hutan, tidak menutup kemungkinan, pendekatan kemitraan konservasi dibuka untuk memberi ruang keberlanjutan hidup kepada masyarakat, bukan kepada tuan tanah atau pebisnis besar," tambah Eko. 

 Menurut Eko, generalisasi tenggat waktu tiga bulan yang diberikan Satgas PKH untuk relokasi kepada semua pihak hanya akan memicu konflik besar.

Relokasi ini bukan sekedar persoalan pindah rumah, jauh dari itu masyarakat harus memastikan pekerjaan pengganti memenuhi kebutuhan hidup hingga kelanjutan pendidikan anak mereka yang berpotensi putus sekolah.  

Eko berharap pemerintah di berbagai level memastikan komitmen pengawasannya. Selain itu, pemerintah perlu mendorong masyarakat terlibat aktif dalam upaya perlindungan yang selaras dengan aspek ekonomi, melindungi hutan alam tersisa, termasuk pemulihannya.  

"Negara harus tegas dalam komitmen pemulihan TNTN, meminimalkan penggunaan tindakan represif dan penegakan hukum secara selektif harus jadi suatu yang integral guna menyelesaikan persoalan ini," katanya.
Sementara itu, Direktur YLBHI-LBH Pekanbaru Andri Alatas menyebut penertiban kawasan TNTN harus dilakukan dengan 2 semangat penting. Yaitu menghormati Hak Asasi Manusia dan berorientasi pada pemulihan lingkungan hidup.

Menurut Andri, penertiban di kawasan TNTN harus dilakukan selaras dengan upaya penyelesaian konflik dan pemulihan hak masyarakat. Selanjutnya, proses ini harus dengan tegas memperhatikan beberapa kluster kelompok berdasarkan luas penguasaan.

Beberapa kelompok yang harus diklaster, yaitu: 

1. Masyarakat yang menguasai kurang dari 5 hektare dan telah melakukan aktivitas lebih dari 5 tahun secara terus menerus (memperhatikan Peraturan Pemerintah 24 Tahun 2021);(memperhatikan ketentuan Pasal 110B ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 18/2013 sebagaimana diubah oleh UU No 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

2. Masyarakat atau perusahaan yang menguasai lebih dari 25 hektare (memperhatikan Permentan No 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan); dan 

3. Masyarakat yang menguasai lahan antara 5-25 hektare (butuh identifikasi lebih lanjut apakah dapat dimasukkan ke kelompok pertama atau kedua). 

Pembiaran Negara
Andri menilai ada masyarakat yang dibiarkan negara untuk menetap, beraktivitas ekonomi, dan melakukan aktivitas sosial di TNTN selama 11 tahun.

Adanya desa definitif dan sarana prasarana menunjukkan besarnya peran negara membiarkan atau bahkan mengakselerasi penguasaan dan aktivitas ilegal di sana.

"Kesalahan dengan melakukan aktivitas pembiaran ini tidak boleh diulang dengan tindakan represif dan militeristik," ucap Andri. 

Andri juga menegaskan, penegakan hukum kepada pemodal yang mempunyai areal perkebunan besar harus diutamakan. Hukum harus dikerjakan secara selektif dan tidak dengan mudahnya menyasar mereka yang lemah. (adv)

BERITA LAINNYA
Relokasi TNTN, 'Tesso di Ujung Gading'
Selasa, 01 Juli 2025 | 10:23
BERIKAN KOMENTAR
Buy twitter verification Buy Facebook verification Buy Tiktok verification SMM Panel
Top