JAKARTA, RIAUGREEN.COM – PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI)
menegaskan komitmennya mempercepat pengembangan bioenergi sebagai pilar
transisi energi rendah karbon, sekaligus memperluas implementasi
cofiring biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Dalam
Breakout Forum & Knowledge Hub yang digelar di Electricity Connect
2025, Direktur Biomassa PLN EPI Hokkop Situngkir dan VP Strategi &
Pengembangan Bisnis Biomassa PLN EPI Anita Puspita Sari menekankan
pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk membangun ekosistem biomassa
yang kuat dan berkelanjutan.
Hokkop menyampaikan bahwa 95%
biomassa yang digunakan PLN berasal dari limbah agro, limbah kehutanan,
serta residu industri kayu dan kertas.
“Kami tidak menggunakan
pendekatan menggunakan penanaman dan penanaman ulang (planting and
replanting). Biomassa kami berbasis limbah. Potensi nasional mencapai
500 juta ton, namun pemanfaatan kita baru sekitar 5 persen", jelas
Hokkop.
Ia menilai tantangan biomassa tidak hanya pada kesiapan PLN, tetapi juga pada regulasi, infrastruktur, dan ekosistem industri.
“Berbeda
dengan PLTU yang dibangun lengkap dengan ekosistemnya, program
co-firing masuk di tengah jalan sehingga belum memiliki fasilitas
memadai. Di sini letak peluang besar bagi PLN EPI dan sektor swasta
untuk membangun rantai pasok dan fasilitas pengolahan yang terpadu,”
ujarnya.
Menurutnya, tujuan utama cofiring adalah mendukung transisi energi dan pencapaian Net Zero Emission.
"Di
luar negeri, ketika berbicara cofiring, yang pertama dilihat adalah
kontribusinya terhadap Net Zero Emission. Bagi mereka, Net Zero Emission
merupakan manfaat yang bisa dikonversi dengan karbon", tuturnya.
Untuk
memperkuat ketahanan supply chain, PLN EPI mengembangkan model
kemitraan yang melibatkan koperasi sebagai sub-hub dan aggregator
sebagai pengolah biomassa.
"Kami baru saja menandatangani MoU
dengan Kementerian Koperasi. Mereka siap menjadi sub-hub untuk
mengumpulkan biomassa, sementara aggregator akan mengolahnya menjadi
pelet atau bentuk lain yang memenuhi standar pembangkit", jelas Hokkop.
Ia juga menekankan bahwa aspek kualitas biomassa adalah hal yang tidak bisa ditawar.
“Cofiring
adalah bagaimana membuat molekul biologis mirip dengan bahan bakar
fosil. Banyak produk di pasar yang berisiko menurunkan performa
pembangkit, seperti menyebabkan derating. Karena itu Kami harus
memastikan sumber dan kualitas biomassa benar-benar aman dan memenuhi
standar operasional,” tegasnya.
48 Lokasi Cofiring Beroperasi, Emisi Turun 2,2 Juta Ton
Sementara
itu, VP Strategi & Pengembangan Bisnis Biomassa Anita Puspita Sari
menegaskan bahwa cofiring biomassa merupakan solusi transisi energi yang
paling siap diterapkan. Mendekati Akhir 2025, sebanyak 48 lokasi PLTU
telah mengimplementasikan cofiring, menggantikan sebagian batu bara
dengan biomassa tanpa perlu membangun pembangkit baru.
“Kontribusinya
signifikan. Ada equivalent emission reduction yang diperoleh dari
penggantian bahan bakar fosil dengan biomassa", kata Anita.
Menurutnya,
potensi biomassa nasional sangat besar mulai dari tandan kosong kelapa
sawit, limbah pertanian, kayu hingga residu organik lainnya. Namun,
tantangan utama berada pada logistik dan sentralisasi bahan baku. “Raw
material tersebar di seluruh Indonesia. Mengumpulkannya tidak mudah
karena lokasinya tidak terpusat", jelasnya.
Dari aspek kualitas, tidak semua biomassa dapat langsung digunakan.
“Bahan
baku berbasis kayu atau cangkang sawit low risk, tetapi biomassa dari
pertanian atau sampah termasuk middle to high risk sehingga harus
diproses agar setara dengan batubara", papar Anita.
PLN EPI juga
menghadapi tantangan transportasi karena biomassa tidak bisa sepenuhnya
mengandalkan moda perairan seperti batubara. “Saat rasio cofiring
meningkat, ketergantungan pada angkutan darat menimbulkan tantangan
tersendiri karena bergantung pada fasilitas umum", ujarnya.
Untuk
menjawab tantangan tersebut, PLN EPI telah menyiapkan strategi jangka
pendek dan panjang, mulai dari peningkatan kualitas bahan baku,
pengembangan aplikasi marketplace biomassa, hingga pembangunan ekosistem
rantai pasok berkelanjutan.
“Untuk keberlanjutan, kita tidak
bisa hanya mengandalkan by product. Basis penanaman tetap dibutuhkan
untuk menjamin sekuritas pasokan", tegas Anita.
Ia menutup
paparannya dengan menegaskan pentingnya dukungan regulasi dan sinergi
antar stakeholder. “Kita perlu meng unlock potensi bioenergi sebagai
pengganti batu bara", tutupnya.
PLN EPI menegaskan bahwa
bioenergi adalah ruang tumbuh baru yang mampu memperkuat ketahanan
energi nasional, menurunkan emisi, serta membuka peluang ekonomi bagi
masyarakat, koperasi, dan industri. Dengan potensi biomassa yang besar,
strategi teknologi yang komprehensif, dan kolaborasi lintas pemangku
kepentingan, Indonesia memiliki kesempatan emas mempercepat lompatan
menuju energi hijau.
“PLN EPI mengajak semua mitra untuk bergerak
bersama dari limbah menjadi energi, dari biomassa menjadi solusi, dari
hari ini menuju masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan".