JAKARTA, RIAUGREEN.COM - Pemerintah Pusat dikabarkan akan mengelola secara langsung sejumlah kewenangan yang pernah diberikan kepada kabupaten dan kota, termasuk dalam pengelolaan anggaran pembangunan daerah.
Kebijakan ini akan diberlakukan untuk sejumlah kewenangan yang sudah diserahkan sejak Otonomi Daerah diberlakukan. Kebijakan ini akan diberlakukan mulai tahun 2026 depan.
Sebagai ilustrasi, bentuk kewenangan pusat kepada daerah yang sudah terlebih dahulu diambil alih oleh Pemerintah Pusat adalah pelaksanaan UU Cipta Kerja.
"Tetapi ini bukan berarti Otonomi dibubarkan ya. Otonomi tetap akan kita pertahankan. Ini hanya sebagai koreksian terbuka terhadap Pemda yang tidak mampu memacu peningkatan pendapatan daerahnya dengan menggunakan kewenangan dari pusat," ujar Dirjen Pemerintah Umum dan Otonomi Daerah (PUOD) Kemendagri Akmal Malik dalam wawancara khusus dengan wartawan senior Awaluddin Awe, Rabu (13/8/2025) di Jakarta.
Menurut Mantan Pj Gubernur Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat ini, keputusan pemerintah mengambil alih sejumlah kewenangannya untuk daerah sudah berdasarkan penilaian objektif terhadap pelaksanaan Otonomi di tingkat kabupaten dan kota.
Sejak Otonomi Daerah diberlakukan, Pemerintah telah memberikan kewenangan kepada daerah untuk melaksanakan urusan dan tugas pusat untuk daerah.
Salah satunya adalah mengelola anggaran pembangunan daerah yang berasal dari pusat. Salah satu tujuan memberikan kewenangan anggaran itu adalah supaya daerah cepat mandiri.
Tetapi faktanya, berdasarkan penilaian indikator kemandirian yamg dilakukan Ditjen PUOD, ternyata dari 518 kabupaten dan kota yang memenuhi prasyarat mandiri hanya 40 kabupaten dan kota.
Sementara di tingkat Propinsi dari 38 Propinsi yang sudah terbentuk hanya ada tujuh propinsi yang dinilai.
Aspek kemandirian yang dimaksud adalah perbandingan antara dana pusat dengan dana daerah yang dipergunakan dalam pembangunan daerah.
Dan yang amat merisaukan. Dari keseluruhan kabupaten dan kota, menurut Akmal Malik, tingkat kemandiriannya masih dibawah 10 persen saja.
"Dengan demikian. Dapat digambarkan bahwa pemberian kewenangan pemerintah pusat kepada daerah selama ini tidak mencapai sasaran peningkatan kemandirian. Malah sebaliknya, jika menggunakan statistik kemandirian maka kemandirian daerah masih relatif rendah atau masih dibawah 10 persen," ujar Akmal.
Keputusan Pemerintah mengambilalih kewenangan pusat secara langsung di daerah, jelas Akmal, bukan berarti mengambil alih kewenangan bupati dan walikota. Tetapi hanya mengembalikan kewenangan pemerintah pusat terhadap pembangunan daerah.
Tak Berhasil Tingkatkan PAD
Akmal Malik menyebutkan salah satu faktor yang mendorong Pemerintah Pusat mengambil alih kewenangannya di daerah adalah, karena bupati dan walikota tidak mampu menggunakan dana tersebut untuk meningkatkan PAD.
Seharusnya, ujar Akmal, dengan dana yang sudah diterima dari pusat, Pemkab dan Pemko dapat melakukan kreasi dan inovasi dalam segala bentuk yang pada akhirnya dapat meningkatkan PADnya.
"Tetapi ini yang tidak pernah terjadi sejak otonomi diberlakukan, sehingga pemerintah harus mengelola sendiri dana yang akan ditempatkan di daerah, supaya terjadi keseimbangan pengelolaan anggaran daerah dan pusat di daerah," papar Akmal.
Dirjen Otda juga mengemukakan pendapat para bupati dan walikota atas kewenangan yang diberikan kepada daerah justru terbalik dari hasil penyerahan kewenangan yang sudah diberikan.
Para bupati dan walikota beranggapan kewenangan yang diberikan masih sangat terbatas sehingga mereka tidak bisa memacu lebih pertumbuhan di daerah.
Padahal, kata Akmal Malik, dari sejumlah kewenangan yang diberikan kepada daerah juga belum dijalankan secara maksimal oleh para bupati dan walikota, sehingga target pembangunan yang dirancang tidak pernah mencapai sasaran.
Menurut Akmal Malik, pada dasarnya prinsip penyerahan kewenangan kepada daerah adalah bertujuan mempercepat proses pencapaian tujuan pembangunan.
"Namanya penyerahan kewenangan adalah memberikan otoritas kepada daerah untuk melaksanakan kegiatan secara langsung tanpa campur tangan dari pemerintah pusat, namun sangat disayangkan tujuan penyerahan kewenangan itu tidak tercapai, sehingga Pemerintah akan melaksanakan secara langsung kewenangannya untuk daerah," tegas Akmal.
Menjawab pertanyaan wartawan, Akmal Malik menyatakan salah satu penyebab kegagalan Pemkab dan Pemko menjalankan kewenangan pusat adalah karena tidak mampu menggali potensi daerah untuk dikembangkan menjadi pendapatan daerah.
Sebagai ilustrasi Akmal menyebutkan daerah A sebenarnya adalah wilayah pesisir. Tetapi oleh bupatinya dikembangkan menjadi daerah pertanian. Tentu tidak akan berhasil. Atau sebaliknya.
Dalam kaitan ini Akmal mendorong pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimilikinya secara konsisten. Dia meyakini dalam kurun waktu tertentu daerah tersebut akan berhasil meningkatkan pendapat asli daerahnya.
"Kalau dalam bahasa kampung saya di ranah minang. "Jangan dipakai baju yang bukan milik kita.". Artinya kembangkan saja potensi daerah yang kita miliki. Tidak perlu mencontoh program daerah lain," pungkas Akmal Malik mengakhiri. (*)
Penulis: Awaluddin Awe