• Home
  • Ruang Opini
  • Kegundahan Degradasi Moralitas Politik Jelang Pilkada Inhil 2018

Kegundahan Degradasi Moralitas Politik Jelang Pilkada Inhil 2018

Oleh : Yudhia Perdana Sikumbang
Kamis, 26 April 2018 | 08:43
PERHELATAN Pilkada Inhil sebentar lagi, yaitu pada 27 juni 2018, pesta demokrasi dilaksanakan dan dirayakan oleh masyarakat inhil dihari dan di tanggal itu, adapun tahapan yang pada hari ini, telah sampai pada tahapan pelaksanaan Kampanye yaitu tanggal 15 Februari 2018 - 23 Juni 2018.

Dalam agenda kampanye masing-masing paslon turun kedaerah-daerah dengan tim sukses masing-masing, pada agenda ini masing-masing paslon unjuk gigi untuk membuktikan bahwa Di sinilah pentingnya bahwa kampanye pilkada inhil bukan sekadar mengajak masyarakat untuk memilih salahsatu paslon, akan tetapi bagaimana memberi ruang bagi terbangunnya demokrasi murni dan terdidik yang memberikan pendidikan politik bagi masyarakat inhil, sehingga masyarakat cerdas, dan tidak seperti membeli kucing dalam karung.

Mengajak masyarakat untuk menentukan pilihan adalah cara terbaik, selain memberi pemahaman mengenai pilkada nantinya.

Dinamika politik yang terjadi
Dinamika yang tampak menunjukkan adanya kenaikan eskalasi yang siginifikan,  Berbagai manuver politik pun secara vulgar tanpa mengindahkan demokrasi yang berakhlak ditampilkan oleh para tim sukses dan relawan-relawan masing-masing tim. 

Kita bisa lihat sendiri dimedsos-medsos yang berkembang dewasa ini, apakah itu melalui grup-grup facebook ataupun grup Whatsaap bersileweran isu-demi isu di lempar kemudian di tangkap dilempar ditangkap begitu seterusnya sampai kemudian ada yang menggorengnya dan menyantapnya, belum lagi isu-isu keberpihakan ASN kepada masing-masing calon yang di hembuskan. 

Akhirnya penonton pada ketawa dan masyarakat didaerah menjadi bingung menentukan pilihan, kekhawatiran apolitis masyarakat menjadi perhatian saat ini mengingat dan menimbang yang mana semua itu dimulai dari serangan isu-isu-isu politik yang dianggap menyampah dan tidak dengan didasari dengan data hanya asumsi belaka yang mengenyampingkan fakta, sebab dengan Menjatuhkan dan memfitnah lawan politik di mata masyarakat bukanlah solusi tepat untuk meraih simpati saat ini, cara terjitu adalah dengan bertarung program di panggung debat yang nanti akan disediakan KPU dengan dilihat publik, selanjutnya publik lah yang menentukan.

Kita ketahui di tahun politik  saat ini berbagai isu yang berkembang seperti kilat, persoalan yang terjadi bisa di cocok logikan oleh oknum dengan kemampuan ahli nujumnya masing-masing, semisal dengan berita a dikaitkan dengan b kemudian c dikaitkan dengan d dan disimpulkan dengan e, yang anehnya lagi rat-rata menafikan data ketika ber Argumen, tak ubah seperti debat kusir, kita tekan kan kembali saat ini masyarakat mampu menilai mana opini sesungguhnya dan mana opini yang dibangun dengan fitnah, semua itu nanti akan dibantah dalam tempo 2 minggu kedepan.

Untuk menjadi perhatian
"Pelaksanaan demokrasi sebaiknya juga didasari oleh akhlak yang mulia sehingga tidak bisa sebebas-bebasnya. Tidak mengganggu orang lain dan merugikan orang lain, juga tidak menjelek-jelekkan pihak lain," apalagi memfitnah, jangan nantinya berujung ujaran kebencian, fitnah, pencemaran nama baik yang pada akibatnya konsekuensi pidana menanti.

Sebagai masyarakat yang cerdas tidak ada salahnya kita harus pandai memfilter dan tidak mudah dipancing oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Silahkan saja menentukan pilihan namun jangan dengan cara menjatuhkan pilihan orang lain, dengan menuding tanpa fakta dan berita, setidak-tidaknya bukan dengan cara-cara yang dianggap diluar koridor kewarasan berpolitik yang mengenyampingkan moralitas politik, sebab apabila demikian akan menyebabkan degradasi politik dan mengenyampingkan akhlak politik. 

Akibat rusaknya moralitas politik, terkadang kita menyaksikan sendiri  bagaimana perilaku konyol para elit politik negri ini yang kehilangan akal sehatnya, bahkan mereka yang bergelar Profesor, Doktor, atau Magister  dari berbagai disiplin ilmu. 

Tidak ada jaminan Tingkat pendidikan seseorang menjadi acuan baiknya moralitas politik seorang politisi. Ada sesuatu yang salah dengan sistim pengkaderan politik di negri kita. Salaah satunya hanya mengejar kuantitas dalam artian mencari massa Ketika partai-partai bersikukuh dengan sikap pragmatisme politiknya yang terjadi bukan menjemput kader tapi sekedar mencari tim hore dan massa saja dan mengenyampingkan kualitas. 

Ketika kekuasaan dinilai sebagai jalan untuk meraih keuntungan atau kekayaan  yang lebih besar, maka politik bisnis dan kekuasaan tidak pernah dapat terpisahkan. Membangun moralitas dalam berpolitik berarti juga membangun akhlak dalam berdemokrasi. Selanjutnya semua lapisan masyarakat perlu mematuhi aturan-aturan hukum yang berlaku. Itulah esensi demokrasi, suatu kebebasan yang dipagari oleh etika dan perangkat hukum yang harus dipatuhi oleh semua orang. 

Harapan kita berharap akan ada politisi-politisi yang kelak akan menjadi pemimpin baik serta berpihak pada rakyat dengan akhlak dan etika politik yang baik dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat, Mereka yang menata dirinya secara inklusif, mengedepankan penerimaan tanpa diskriminasi, serta menghindari persaingan yang  memicu konfik politik, Semoga saja!. (*)

Ditulis Oleh : Yudhia Perdana Sikumbang
Penulis adalah Praktisi Hukum & Pemerhati Pilkada inhil 2018

BERITA LAINNYA
Menaikkan Insentif Fiskal untuk Pengendalian Inflasi
Jumat, 15 September 2023 | 17:20
Belajar Menjadi Guru Biologi yang Interaktif
Rabu, 12 Oktober 2022 | 13:39
Korupsi Dana Bansos di Masa COVID-19
Jumat, 17 Juni 2022 | 22:43
BERIKAN KOMENTAR
Buy twitter verification Buy Facebook verification Buy Tiktok verification SMM Panel
Top